Sobat Cendekia apa kabarnya hari ini? Semoga dalam keadaan sehat wal’afiat, dimudahkan segala urusannya, dan dilancar luncurkan rezeki halal dan berkah dengan melimpah ruah oleh Allah. Aamiin ya Allah.
Oke, kali ini saya mau ngajak Sobat Cendekia nongki bareng yuk.
Kita saling bertukar pikiran tentang hakekat manusia.
Berat kali pembahasannya, ya? Hehehe, tapi jujurly sangat
perlu rasanya bagi kita termasuk bagi siaapun yang masih galau mencari jati
dirinya.
Setuju gak?
Apalagi nih ya, kita sebagai seorang muslim, memahami
hakekat manusia menurut perspektif Islam
sangatlah penting. Karena konsep pemahaman seseorang tentang dirinya, akan
menjadi penentu kemana arah tujuan hidupnya. Bukankah seseorang yang punya
tujuan akan membuat hidupnya lebih mindfull dan terarah?
Apa Arti Manusia?
Ditinjau dari segi bahasa dalam Al-Qur’an, kata manusia
ditunjukkan dengan tiga bentuk kata:
Al-Basyar, Al-Insan, dan An-Nas (Al-Rasyidin
dan Nizar, 2005: 1-2)
1. Al Basyar
Kata Al Basyar disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali yang tersebar dalam 26 surat, dimana kata al-basyar berarti kulit kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuh rambu (Ramayulis, 2002; Al-Rasyidin dan Nizar, 2005: 1-2).
Pengertian manusia dalam konsep al-Basyar mengacu pada
fisik atau jasad manusia. Serta juga disebutkan mengacu pada biologis manusia (Meyniar
Albina, Mursal Aziz: 2022) seperti manusia butuh makan, minum, hiburan, seks, pengetahuan,
dan lain-lain. Sehingga manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia tergantung
juga kepada manusia lainnya dan termasuk pada tumbuhan serta hewan.
Sangatlah tepat
yang disebutkan Al-Ghazali bahwa manusia merupakan ciptaan Allah yang terdiri dari
jasmani dan Rohani. Unsur Rohani atau psikis inilah yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Jika unsur Rohani/psikis ini tidak berfungsi maka
hilanglah esensinya sebagai manusia (Ramayulis, 2002)
Imam Al-Ghazali dalam “Ayyuhal Walad” yang
diterjemahkan oleh Ustazah Halimah Alaydrus “Wahai Anakku”, mengutip nasehat Imam
Al-Ghazali:
“Seseorang yang berlalu satu jam saja umurnya bukan untuk tujuan ia diciptakan, layaklah membuat penyesalan baginya di hari kemudian”. (HR. Ad-Dainury) (Halimah ALaydrus, 2020)
Dengan memahami
makna hakikat manusia itu sendiri akan mengarahkan manusia menuju tujuan kenapa
ia diciptakan.
2. Al- Insan
Kata Al-Insan terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat (Ramayulis, 2002; Al-Rasyidin dan Nizar, 2005; Meyniar Albina, Mursal Aziz: 2022). Kata Al-Insan menggambarkan keistimewaan manusia yang merupakan khalifatullah (khalifah Allah) di muka bumi. Juga dikaitkan dengan proses penciptaan manusia itu sendiri yang mengandung dua dimensi:
Pertama, dimensi tubuh dengan berbagai unsurnya;
Kedua, dimensi spiritual dengan ditiupkannya roh ke dalam
jasad manusia dengan berbagai unsurnya, termasuk akal dan berbagai potensi yang
telah Allah berikan.
Maasya Allah,
Allahu akbar. Begitu sempurnanya penciptaan Allah.
3. An- Nas
Kata an- Nas disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali yang terdapat dalam 53 surat (al-Asfahani, , 2003). Makna an- nas menunjukkah tentang manusia sebagai makhluk sosial (Nurcholis Madjid, 1991) dan menggambarkan tentang manusia secara umum baik muslim bukan non muslim (Fazlur Rahman, 1983). Diperjelas oleh Ramayulis bahwa An-Nas menunjukkan karakter manusia yang ternyata di dalam diri manusia itu ada kecenderungan berbuat baik dan ada peluang juga untuk berbuat keburukan. Kondisi manusia dikatakan labil. Kadang bisa patuh dan juga bisa membangkang.
Saya
memahaminya bahwa Jikalau manusia bisa mengendalikan hawa nafsunya dan
mempergunakan akalnya serta segala potensinya untuk kebaikan maka ia mulia
bahkan dibanding malaikat sekalipun. Sebaliknya, jikalau manusia dikalahkan
oleh nafsunya maka ia bahkan lebih buruk dari (maaf), hewan sekalipun.
Seperti yang Allah SWT sebutkan dalam QS.
A’raf [7] ayat 179:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan
dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Imam Thabari (Tafsir Thabari) menjelaskan bahwa,
neraka Jahannam Allah ciptakan untuk mereka-mereka (jin dan manusia) yang
memiliki Hati namun tidak memahami ayat-ayat Allah, baik itu
merenungi keesaan-Nya, kebenaran rasul-Nya, yaitu orang yang kufur atau menolak
kebenaran.
Kalaulah Allah
sudah mengambil segala potensi yang dititipkan itu dari manusia maka jasad ini
tidaklah berguna. Jasad hanya tinggal jasad yang pada dasarnya akan menjadi
makanan cacing tanah.
Sobat Cendekia,
setelah membaca ini, bagaimana menurut Sobat Cendekia kalaulah masih ada
manusia yang bilang kalau dia belum menemukan jati dirinya?
Bukankah jati
diri seseorang itu ketika ia paham tentang dirinya?
Siapa dia?
Untuk apa ia
diciptakan dan hidup di bumi ini?
Dan akan kemana tujuan akhirnya ia kembali?
Jawabannya ada di dalam panduan hidup kita yaitu AL-QUR’AN
Berikut ada
beberapa artikel penelitian terkait dengan Hakikat manusia dengan mengacu pada
ALQur;an.
1. Artikel yang berjudul Hakikat Manusia dalam Al-Quran dan Filsafat Pendidikan Islam yang ditulis oleh Meyniar Albina, Mursal Aziz bahwa Nabi Adam as. sebagai manusia pertama tercipta dari komponen-komponen yang beragam, diantaranya yaitu:dari segi fisik berasal dari komponen sebagai berikut:
- Komponen
Tanah, hal ini sesuai dengan firman Allah swt. Q.S. Ali Imran/3: 59.yaitu:
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan)
Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya:
"Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.
- Komponen
saripati yang tersaring dari tanah, hal ini sesuai dengan firman Allah swt.
Q.S. Al-Mukminun/23: 12. yaitu: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
- Komponen
tanah kering seperti tanah tembikar yang terbakar, hal ini sesuai dengan firman
Allah swt. Q.S. Ar-Rahman/55: 14. yaitu: Dia menciptakan manusia dari tanah
kering seperti tembikar,
- Komponen
tanah liat kering yang berasal dari lumpur, hal ini sesuai dengan firman Allah
swt. Q.S. Al-Hijr/15: 26 yaitu: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
(Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. 735
- Komponen air,
hal ini sesuai dengan firman Allah swt. Q.S. Al-Furqan/25: 54 yaitu: Dan Dia
(pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya)
keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.
-. Komponen
ruh, hal ini sesuai dengan firman Allah swt. Q.S. Al-Hijr/15: 29 yaitu: Maka
apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.
2. Artikel tentang Hakikat Manusia Dan Potensinya Menurut Al-Qur’an Dan Hadits yang ditulis oleh Ahmad Yazid Hayatul Maky
Dari artikel
penelitiannya, ia menyebutkan bahwa hakikat manusia adalah memiliki makna dasar
Basyar (manusia berdimensi jasad), Insan (manusia berdimensi tumbuh berembang),
bani adam (manusia berdimensi keturunan). Adapun potensi yang ada pada diri
manusia adalah Potensi Naluriah (Emosional), Potensi Akal (Intelektual),
Potensi Inderawi (Fisikal), Potensi Agama (Spiritual)
Dilengkapi oleh
Beni Ahmad Saebani (2009: 49) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
berbeda dengan makhluk yang lain, hal ini dikarenakan beberapa sebab,
diantaranya:
- Manusia
adalah makhluk sosial (al-insan hayawan al-ijtima’);
- Manusia
sebagai makhluk yang berpikir (al-insan hayawan natiq);
- Manusia
sebagai makhluk yang berpolitik (al-insan hayawan siayasi);
- Manusia
adalah makhluk yang berekonomi (al-insan hayawan iqtishadi).
3. Artikel tentang Hakikat Manusia
Menurut Pandangan Islam Dan Barat yang ditulis oleh Siti Khasinah
Dalam artikel
ini penulis mencoba menggambarkan hakikat manusia, ciri-cirinya, potensi dan
pengembangan potensi yang dimilikinya. Dari analisis beberapa referensi,
penulis menyebutkan bahwa beberapa ahli filsafat mengklaim bahwa manusia itu
dianggap mempunyai kecenderungan yang diyakini sama dengan seekor binatang. Kemudian mengkaji dari perspektif Islam.
Menurutnya, pendapat tersebut bertolak belakang dengan apa yang dipercayai oleh
seorang muslim. Manusia memiliki sifat-sifat tertentu yang secara alamiahnya
berbeda dengan binatang.Mereka memiliki potensi (potensi dari dalam atau
kecenderungan dari dalam) yang dapat dikembangkan melalui pengalaman hidup atau
melalui pengajaran secara formal seperti sekolah dan lembaga pendidikan
lainnya.
Referensi:
1. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 2002, Kalam Mulia
2. al-Asfahani, Tafsir al-Raghib al-Asfahani, 2003
3.Halimah Alaydruss, Wahai Anakku terjemahan dari buku Imam
Al-Ghazali Ayyuhal Walad, 2022)
4. Artikel Jurnal yang berjudul .
Artikel yang berjudul Hakikat Manusia dalam Al-Quran dan Filsafat Pendidikan
Islam yang ditulis oleh Meyniar Albina, Mursal Aziz, Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, VOL: 10 No: 02 Agustus 2021 P-ISSN: 2614-4018 DOI:
10.30868/ei.v11i01.2414
5. https://tafsiralquran.id/al-raghib-al-asfahani-w-502-h-dan-kontribusinya-di-bidang-kajian-al-quran/
(Tafsir Thabari, https://waqfeya.net/book.php?bid=8393
jilid 11: 801)
6. Artikel Jurnal tentang Hakikat Manusia Dan Potensinya Menurut
Al-Qur’an Dan Hadits yang ditulis oleh Ahmad
Yazid Hayatul Maky yang diterbitkan di Jurnal MUSHAF JOURNAL : Jurnal Ilmu Al
Quran dan Hadis Vol. 1 No. 1 Desember 2021, page 74-88
7. Artikel tentang Hakikat
Manusia Menurut Pandangan Islam Dan Barat yang ditulis oleh Siti Khasinah Jurnal
Ilmiah DIDAKTIKA Februari 2013 VOL. XIII, NO. 2, 296-317
Selalu suka baca artikel di sini karena Mlmenjadi pengingat diri
BalasHapusTerimakasih Mba, semoga bermanfaat ya Mba.
Hapus